KASIH SELUAS LAUTAN TAK HARAP SELUAS IJAZAH
Dulu aku dan kalian bergandengan hari- hari penuh makna kita bersama mendayung tujuan yang sama. Kami mengabdi, dirimu bergiat diri menggali ilmu, tampak polos tersirat dalam raut wajahmu.
Masih
ingatkah nak.?
Berbagai macam perilaku engkau tumpahkan saat itu, tak henti-hentinya berulah terkadang kami dibuat kesal atas tindakanmu adakalanya juga kami dibuat tertawa.
Di
pagi yang cerah kami sudah menanti kedatangan kalian, kami sambut dengan ceria
dan penuh kegembiraan.
Kita
berucap salam juga berjabatangan sungguh ikatan silaturahmi yang teramat dalam
kita ikrarkan tak berbanding dengan apapaun.
Masih ingatkah nak.?
Tampang
polos kalian begitu membuat kami penuh harap, do'a kami panjatkan kepada Allah
SWT untuk kebaikan dunia dan akhirat kalian.
Tak
ada do'a yang kami bedakan untuk kalian do'a yang terbaik selalu kami mintakan.
Kami
ingin suatu saat nanti kalian mampu survaive dalam hidup dan
menjalani kehidupan ini dengan penuh keberkahan.
Masih
ingatkah nak.?
Ketika
itu aku bercerita dan berandai-andai jika kelak kalian dewasa memiliki keluarga
hidup bersama istri, suami dan anak-anak kalian.
Aku
seliingi cerita itu dengan candaan " janganlah kalian menikah muda, rugi sekali." terbayangkan engkau muda tapi nampak tua sambil
menggendong anakmu dan mengantarkan makan siang suami disawah.
Kalian
nampak gembira tertawa terbahak-bahak tak ayal kelas menjadi gaduh. Aku masih
ingat hingga saat ini.
Masihkah
kalian ingat cerita itu.?
Habis
tak bersisa tembok ruang kelas belakang menjadi ajang curahan cinta monyet kalian.
Padahal
biar pun sederhana sudah kami siapkan mading
sekolah untuk kalian gunakan untuk ajang ekspresi bakat kalian menulis.
Rupanya
kalian ingin
bebas berekspresi dan tak berpikir apa yang akan terjadi dibalik ekspresi
corat-coret tembok ruang kelas.
Kami cat kembali coretan itu, tak berselang lama coretan pun akan muncul kembali. Sungguh membuat kami merasa jengkel.
Masih ingatkah nak.?
Kami itu bukan orang yang hebat yang bisa membuat kalian menjadi
Superman atau Satria Baja Hitam, tetapi kami memiliki mimpi yang hebat untuk
menghantarkan kalian menjadi orang yang berguna bagi Agama, Nusa dan bangsa
serta keluarga.
Segala daya dan upaya kami kerahkan demi
kemaslahatan kami untuk mu, karena yakin kalian akan mampu tumbuh dan
berkembang demi menggapai cita-cita yang engkau dambakan kelak.
Kami tak bisa membentuk kalian menjadi insan
super tetapi kami memiliki keyakinan atas apa yang engkau inginkan. Bagi kami
kalian mampu menjadi panutan bagi diri sendiri itu sudah menjadikan kado
terindah bagi kami.
Hanya Akhlak Terpujilah yang ingin kami lihat
dan rasakan ketika kelak engkau dewasa berada dimasyarakat dimanapun berada.
Kami tak butuh engkau hantarkan bingkisan,
hanya ingin do’a yang terbaik bagi kemaslahatkan kami menjalankan marwah
sebagai orang dewasa yang memiliki predikat seorang insan pendidik.
Saat ini kami menerawang kalian bertebaran
diseantero ibu pertiwi dengan berbagai kesibukan dan harapan-harapan meraih
ikhtiar untuk hidup.
Bila kami menerawang kembali kemasa belakang
ingin rasa nya mengulang kembali tetapi itu tak mungkin akan terjadi.
Kelucuan dan kepolosan kalian mengisi relung
relung kosong hati kami ketika kami beikrar menjalankan kewajiban kami sebagai
insan pendidik.
Terkadang kalian sepertinya terheran-heran
dan sedikit nampak khawatir, tetapi itu sejatinya kalian sedang belajar
menggerakan alam pikiran bawah sadar kalian untuk menjadi manusia yang berguna.
Hingga saat ini pun bayanganan kisah itu
tetap melekat dialam pikiran sadar kami. Kami paham beragam macam pemikiran
kalian, seakan kalian marah tak mau menjalankan aturan yang kami perbuat untuk
kebaikan.
Tetapi
itu adalah pilihan yang diamanatkan pada pundak kami sebagai manusia dewasa
yang memiliki tanggungjawab berat dalam menjalankannya.
Masih
ingatkah Nak?
Pernah
kami tersedutkan atas prilaku kalian, ketika engkau mengadu atas kehendak
kebaikan yang kami inginkan. Adakalnya muka kami memerah karena orangtua kalian
merasa berkeberatan atas apa yang kami lakukan.
Tak
sedikitpun dalam pikiran kami untuk melukai hati. Hanya saja kepolosan kalian
membuat kami terssudutkan.
Seringkali
kami satu sama laiinya dibandingkan. Bapak ini baik, bapak itu tidak baik
begitupun sama ibu-ibu lainya.
Kecewa
kadang kami rasakan ketika hal itu terjadi. tetapi kami tetap tak berkurang
akan kasih sayang kepadamu. Entah engkau anak siapa kaya atau pun miskin kami
tak perduli. Karena engkau adalah anak-anak kami yag kelak mengendang juga mendoakan kami ketika
sudah tiada didunia ini.
Masih ingatkah nak.?
Terasa
masih kemarin kita bersama bercengkrama, ahh... itu mungkin halusinasi diriku
merasakan keadaan ini.
Apakah
kalian merasakan seperti yang aku
rasakan.?
Bila
aku teringat saat itu,
menatap wajah polos kalian sungguh aku orang yang beruntung didunia ini. Karena
aku, kami semua menata mutiara kusuma bangsa.
Masih
ingatkah Nak.?
Acap
kali engkau sesama teman bercanda berlebihan hingga diantara teman kalian
menangis tersedu-sedu karena terluka hatinya atas perkataan celaan atau hinaan
yang engkau anggap itu candaan.
Kami
memaklumi memang apa yang engkau lakukan tetapi kami kadang merasa tak mampu
berbuat berbuat
seadil-adilnya terhadap kalian.
Tahu
kah engkau nak.?
Ketika
engkau berbuat seperti itu ada rasa ketakutan yang teramat dalam kami rasakan.
Betapa khawatirnya prilaku kalian akan
bersebab mencelakakan kami juga.
Engkau
lebih-lebihkan perkataanmu, seakan-akan engkau tersudutkan dan disalahkan
padahal, engkau sedang bermain peran dihadapan orangtua mu.
Masih
ingatkah engkau Nak.?
Sampai hari ini pun aku tak melupakan nostalgia itu,
semoga engkau dapat meraih cita-cita seperti yang engkau inginkan.
Mari kita berdo’a bersama untuk guru-guru kita entah yang
sudah tiada maupun masih ada. Jangan putuskan silaturahmi ini.
Aku tak berharap kasih kami seluas lautan terkalahkan
dengan kasih engaku hanya seluas ijazah, karena itu adalah perumpamaan yang aku
rasakan dan jangan sampai itu terjadi.
#18 Tantangan Menulis Setiap Hari
Salam Literasi
2021
Bissmillah
BalasHapus